Meninggal Saat Berhaji: Jaminan Masuk Surga dan Syafaat Nabi Muhammad SAW
Jakarta - Fase pemulangan jemaah haji Indonesia tengah berlangsung. Jemaah haji dipulangkan secara bertahap ke Tanah Air sejak Sabtu, 22 Juni 2024. Namun jumlah jemaah haji asal Indonesia yang wafat atau meninggal dunia di Tanah Suci masih bertambah.
Diketahui, sebagian jemaah haji saat ini masih berada di Makkah dan Madinah untuk menunggu giliran pulang. Hingga hari ke-54 operasional haji 1445 H atau Kamis, 4 Juli 2024 malam, jumlah jemaah haji yang meninggal di Tanah Suci bertambah menjadi 378 orang.
Angka ini berdasarkan data yang diunggah di laman Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama (Kemenag), seperti dikutip pada Kamis (4/7/2024) pukul 20.00 WIB atau 16.00 WAS.
Adapun 378 jemaah haji Indonesia tersebut meninggal dunia di lima wilayah Arab Saudi, yakni Madinah, Jeddah, Makkah, Arafah, dan Mina.
Kasus kematian ini masih didominasi jemaah haji lanjut usia (lansia). Jemaah tertua yang meninggal dunia di Tanah Suci tercatat berusia 96 tahun. Sementara jemaah termuda berusia 31 tahun.
Lantas, apa keutamaan dan kemuliaan bagi seseorang yang meninggal dunia di Tanah Suci saat berhaji? Berikut penjelasannya dikutip dari laman resmi Detik Jateng
Keutamaan Meninggal Dunia di Tanah Suci
Meninggal dunia di Tanah Suci, baik Mekkah maupun Madinah, khususnya saat menunaikan ibadah haji memiliki keutamaan dan kemuliaan yang istimewa. Bahkan, bagi seseorang yang ditakdirkan mati di tanah terlarang merupakan tanda bahwa ia meninggal dalam keadaan baik (husnul khatimah) dan diyakini mendapat jaminan dari Allah berupa masuk surga tanpa hisab.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) dalam karya monumentalnya, Ihy Ulumiddin sebagai berikut:
"Barang siapa yang berangkat haji dan umrah, lalu meninggal (dalam perjalanan), Allah akan membalasnya berupa pahala haji dan umrah sampai hari kiamat. Dan siapa yang mati di salah satu tanah terlarang, maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban, maka akan dikatakan kepadanya, 'Masuklah ke surga'." (HR. al-Baihaqi).
Dalam riwayat lain juga dijelaskan bahwa orang yang meninggal di salah satu Tanah Suci; Mekkah dan Madinah akan mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW, dan akan digolongkan dalam kelompok orang yang selamat. Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu haditsnya, Nabi bersabda:
مَنْ مَاتَ فِي أَحَدِ الْحَرَمَيْنِ اِسْتَوْجَبَ شَفَاعَتِيْ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْآمِنِيْنَ
Artinya, "Siapa pun yang meninggal di salah satu tanah suci; Mekkah dan Madinah, maka dia berhak mendapatkan syafaatku, dan kelak dia termasuk orang-orang yang selamat." (Dilaporkan oleh al-Baihaqi).
Bahkan, dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa andai saja seseorang bisa memilih antara mati di tempat tertentu, maka Tanah Suci harus menjadi pilihannya. Karena orang yang meninggal di muka bumi akan mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad, sebagaimana disebutkan dalam salah satu haditsnya, yaitu:
مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَمَنْ مَاتَ بِالْمَدِي نة كُنْت لَهُ شَفِيعًا وَشَهِيدًا
Artinya, "Barang siapa yang mampu untuk mati di Madinah, dia harus mati di sana. Karena sesungguhnya barangsiapa yang meninggal di Madinah, aku akan menjadi syafaat baginya dan menjadi saksi baginya." (HR at-Thabrani, dengan sanad hadits hasan. Lihat, Syekh Waliyuddin al-'umari, Misykatul Mashabih, [Beirut, Darul Fikr: tt] bab IX, hlm. 1141).
Penjelasan dari ketiga hadits di atas menjadi bukti bahwa meninggal dunia di Tanah Suci memiliki keutamaan dan kemuliaan tersendiri.
Demikian penjelasan tentang keutamaan orang yang meninggal di Tanah Suci saat menunaikan ibadah haji menurut hadits Rasulullah. Wallahu a'lam.
Sumber :
- detik.com
- liputan6.com